new

new

Tuesday 11 December 2012

Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan
itu masih menyala hijau. Jono segera menekan
pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat.
Apalagi ia tahu perempatan di situ cukup padat,
sehingga lampu merah biasanya menyala cukup
lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang.
Lampu berganti kuning. Hati Jono berdebar
berharap semoga ia bisa melewatinya segera.
Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah
menyala.Jono bimbang, haruskah ia berhenti
atau terus saja. “Ah, aku tak punya kesempatan
untuk menginjak rem mendadak,” pikirnya
sambil terus melaju.
Ilustrasi
Priit!
Di seberang jalan seorang polisi melambaikan
tangan memintanya berhenti. Jono menepikan
kendaraan agak menjauh sambil mengumpat
dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa
polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing.
Hey, itu khan Bobi, teman mainnya semasa SMA
dulu.
Hati Jono agak lega.
Ia melompat keluar sambil membuka kedua
lengannya.
“Hai, Bob. Senang sekali ketemu kamu lagi!”
“Hai, Jon.” Tanpa senyum.
“Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya
memang agak buru-buru.
Istri saya sedang menunggu di rumah.”
“Oh ya?”
Tampaknya Bobi agak ragu. Nah, bagus kalau
begitu.
“Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-
anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu
aku tidak boleh terlambat, dong.”
“Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering
memperhatikanmu melintasi lampu merah di
persimpangan ini.”
Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan.
Jono harus ganti strategi.
“Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi
aku tidak melewati lampu merah. Sewaktu aku
lewat lampu kuning masih menyala.”
Aha, terkadang berdusta sedikit bisa
memperlancar keadaan.
“Ayo dong Jon. Kami melihatnya dengan jelas.
Tolong keluarkan SIM-mu.”
Dengan ketus Jono menyerahkan SIM, lalu masuk
ke dalam kendaraan dan menutup kaca
jendelanya. Sementara Bobi menulis sesuatu di
buku tilangnya. Beberapa saat kemudian Bobi
mengetuk kaca jendela. Jono memandangi wajah
Bobi dengan penuh kecewa.Dibukany a kaca
jendela itu sedikit.
Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan
surat tilang. Tanpa berkata-kata Bobi kembali ke
posnya. Jono mengambil surat tilang yang
diselipkan Bobi di sela-sela kaca jendela. Tapi,
hei apa ini. Ternyata SIMnya dikembalikan
bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak
menilangku. Lalu nota ini apa? Semacam
guyonan atau apa? Buru-buru Jono membuka
dan membaca nota yang berisi tulisan tangan
Bobi.
“Halo Jono, Tahukah kamu Jon, aku dulu
mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia
sudah meninggal tertabrak pengemudi yang
ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu
dihukum penjara selama 3 bulan. Begitu bebas,
ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya
lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya sudah
tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap
agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak
agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami
mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa
sulitnya. Begitu juga kali ini. Maafkan aku Jon.
Doakan agar permohonan kami terkabulkan.
Berhati-hatilah . (Salam, Bobi)”.
Jono terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan
mencari Bobi. Namun, Bobi sudah meninggalkan
pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan
pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak
menentu sambil berharap kesalahannya
dimaafkan… ….
Tak selamanya pengertian kita harus sama
dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita
tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat
berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.

No comments:

Post a Comment